Tebaran Permata di Lomblen

Mungkin seantero pulau sedang di puncak dingin selama pekan ini. Setidaknya setiba saya Jumat lalu. Bisa jadi karena lebat hujan menguyur Lomblen sepanjang siang tadi.

Sekujur tubuh sudah terselimuti. Tetapi dalam rebahan belum hendak saya padamkan laptop yang terus dipaksa kerja sejak malam menyapa sekian jam lampau.

Saya sedang di puncak gairah. Bertemu banyak permata bernyawa, orang-orang berkualitas super yang berbuat banyak hal baik bagi sesama warga pulau.

Siang tadi saya foya-foyakan waktu berdiskusi dengan mantan Kepala Laboratorium Inseminasi Buatan PT Peternakan Sepang. Itu peternakan Babi terbesar di Malaysia
.

Namanya Eman Apenobe. Kepala laboratorium yang bertanggungjawab atas 6000 betina bibit tentu bukan jabatan teri. Begitu pula ganjaran penghasilan Rp 15 juta per bulan (jika dirupiahkan) bukan jumlah yang mudah disepelekan untuk ukuran orang Nusa Tenggara Timur.

Tetapi Eman meninggalkannya demi ketidakrelaan putra-putrinya lahir di negeri jiran. Maka kini di sini lah ia, di kampung halamannya sejak 2006 silam. Duduklah ia membelanjakan siang bersama saya di beranda rumah seorang sahabat, membicarakan mimpi membawa sejahtera bagi segenap warga pulau.

Eman tak ingin "masuk tak genap keluar tak ganjil." Meski Lomblen tak sanggup membayarnya setimpal, banyak hal sudah ia lakukan. Mulai dari mentransfer ilmu ternak pada masyarakat yang ia nilai sungguh lembam dari tidur panjang; memprovokasi keberanian mereka bangkit dari keluguan yang mengenyangkan tengkulak komoditi perkebunan;menggugat kepalsuan demokrasi prosedural dalam forum-forum musrembang berbagai tingkat; hingga mengajak gereja mempraktikan teologi yang menghidupi, yang membawa surga dalam kehidupan, bukan setelah kematian.

Beberapa jam sebelumnya, sejak senja hingga sesaat menjelang para jago bersahut-sahutan mengingatkan tibanya pagi, saya asyik bertukar kisah dan pandangan dengan Markus Daton. Orang ini nyaris meraih doktor tafsir dari Universitas Kairo Mesir. Andai masuknya Indonesia sebagai anggota OKI mundur 7 bulan saja, tentu Daton telah menjadi imam Katolik Konggregasi Missionaries of Our Lady of La Salette yang fasih tafsir islam.

Untunglah sejarah menetapkan lain. Problem visa mengusir Daton dari dunia akademis, dan membuatnya kini dikenal sebagai Sang Pandai Air.

Daton memang jagoan urus perpipaan. Itu karena di tarekatnya setiap calon imam wajib menguasai lima keahlian profesi. Daton telah memilih air, pertukangan, montir, dan pengkotbah. Itu memberinya kesempatan mengalirkan air di sejumlah negara Afrika.

Kini setelah terpaksa kembali ke tanah leluhur, warga puluhan desa riang menyambut air hingga ke rumah pendiduk berkat bantuannya. Hampir semuanya tanpa pamrih uang.

Eman dan Markus hanya sebagian dari orang-orang hebat yang bisa saya jumpai selama sepekan melakoni kerjaan profiler aktor perubahan di Pulau Lomblen. Ada lusinan lain yang tak kalah hebat, dengan puspa ragam kemampuan dan karya luar biasa. Semuanya adalah tebaran permata yang menghiasi pulau ini dengan indahnya harapan akan masa depan yang lebih baik.

Ah, andaikan sosialisme Indonesia telah tergenapi tentu berpuluh-puluh kali banyaknya aktor dan karya perubahan bisa ditorehkan di pulau ini.***

Komentar

Postingan Populer